oleh

Terancam Punah,KPAB Lolombulan Minsel Seruhkan Hentikan Perburuan “Yaki”

-Minsel-42 Dilihat

Amurang – Monyet hitam Sulawesi merupakan salah satu hewan endemik pulau Sulawesi yang biasa disebut ‘Yaki’ oleh masyarakat lokal. Keberadaan yaki kini semakin memprihatinkan bahkan terancam punah. Primata yang dapat ditemui di belahan dunia manapun ini terus diburu masyarakat untuk dikonsumsi.

Berangkat dengan keprihatinan ini, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Kelompok Pencinta Alam Bebas (KPAB) menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat untuk bahu-membahu menghentikan pembunuhan dan perburuan binatang yang di lindungi tersebut.

Ketua KPAB  Lolombulan Motoling Kabupaten Minahasa Selatan Hesky Pangaila meminta seluruh masyarakat untuk berhenti membantai serta memelihara di lingkungan rumah hewan jenis Yaki atau Monyet Wolai atau Monyet Hitam (Macaca Nigra). Apalagi populasi hewan tersebut di daerah Sulawesi Utara (Sulut) sudah terancam punah. Populasi monyet ini dalam 30 tahun terakhir mengalami penurunan drastis,tersisa kurang dari 5.000 ekor.

“Faktor utamanya karena satwa endemik Sulawesi ini marak diburu masyarakat untuk dikonsumsi maupun dipelihara. Hal ini kami selalu sosialisasikan kepada masyarakat apalagi hari ini tanggal 30 Januari adalah hari primata Indonesia,” ucap Pangaila.

Di jelaskan, tak hanya Yaki, sejumlah hewan langka lainnya di Sulut juga memprihatinkan. Untuk Tarsius diakui populasinya masih cukup banyak,tetapi hewan Anoa dan babi rusa juga sudah punah.

“Sudah punah. Masyarakat tak pernah melihat lagi hewan tersebut. Babi Rusa sekali beranak hanya satu,itu pun kalau bertahan hidup. Justru itu kita lindungi. Jika tidak hewan lain akan punah juga,” jelasnya.

Kata dia, perburuan hewan saat ini terbilang masih banyak. Ada yang berburu karena berhubungan dengan faktor ekonomi.  serta kurangnya kesadaran masyarakat, termasuk orang yang berpendidikan pun masih belum paham.dan pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk melindungi hewan tersebut. bahkan sudah dipublikasikan lewat media sosial serta lewat sosialisasi di masyarakat.

“Perburuan masyarakat bisa ditekan. Perdagangan satwa dapat dihindari, dan kita berharap bagaimana penelitian ke arah penangkaran. Sehingga satwa-satwa yang dilindungi bisa diselamatkan.Karena biasanya satwa yang dilindungi harganya mahal karena langka,sehingga ini menjadi peluang bagi masyarakat untuk melakukan perburuan dan penangkaran satwa langkah tersebut,” tutup Pangaila. (Kiki Liando)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *