Morut-Kantor Pertanahan (Kantah) ATR/BPN Kabupaten Morowali Utara (Morut), terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya dalam kepastian hukum atas hak tanah masyarakat. Melalui sinergi antara petugas ukur dan Asisten Surveyor Kadastral (ASK), proses penataan batas wilayah dilakukan dengan mengedepankan prinsip transparansi dan musyawarah.
Berikut adalah alur dan esensi dari proses penataan batas yang dilakukan di lapangan:
1. Prinsip Contradictoire Delimitatie.
Dalam setiap permohonan, petugas tidak hanya melakukan pengukuran secara teknis, tetapi juga menerapkan asas penetapan batas secara kontradiktur. Hal ini dilakukan dengan menghadirkan para pemilik tanah yang berbatasan langsung (saksi perbatasan) untuk menyaksikan dan menyepakati titik batas tersebut.
2. Pemasangan Tanda Batas (Patok).
Setelah kesepakatan antara pemilik tanah dan tetangga batas tercapai, dilakukan pemasangan tanda batas atau patok yang permanen. Pemasangan ini berfungsi sebagai:
· Bukti fisik kepemilikan di lapangan.
· Pencegah terjadinya sengketa lahan di masa depan.
· Acuan bagi petugas ukur untuk melakukan pemetaan secara digital ke dalam sistem pertanahan nasional.
3. Peran Petugas Ukur dan ASK
Petugas ukur dan ASK bertindak sebagai fasilitator teknis yang memastikan setiap jengkal tanah terukur dengan akurasi tinggi menggunakan perangkat berbasis satelit (GNSS/GPS Geodetik). Hasil pengukuran ini kemudian diolah menjadi produk pemetaan yang valid dan terintegrasi dalam basis data Kantah.
Pentingnya Partisipasi Masyarakat Kesuksesan penataan batas sangat bergantung pada kehadiran pemohon dan kesepakatan dengan tetangga batas. Dengan batas yang jelas dan disepakati, konflik sosial dapat diminimalisir dan nilai ekonomi tanah pun terjaga.
Melalui layanan ini, Kantah ATR/BPN Morut memastikan bahwa setiap jengkal tanah di ” Bumi Tepo Asa Aroa” memiliki kepastian hukum yang kuat, demi kesejahteraan masyarakat. ( Hms ATR/BPN/NAL)













