Manado – Pengadilan Negeri (PN) Manado telah mengakhiri sidang praperadilan yang diajukan pemohon Jhon Hamenda melalui tim Kuasa Hukumnya, Advokat Franklin Montolalu dan Advokat Frangky Mantiri. Jumat (31/05) kemarin.
Dalam proses akhir, hakim praper Ferry Sumlang telah mengabulkan permohonan praper pemohon, dan memutuskan kalau penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Polresta Manado terhadap Hamenda tidak sah.
Adapun salah satu pertimbangan hakim, yakni adanya proses PTUN yang diajukan Hamenda masih dalam proses banding dan belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Selanjutnya, hakim praper juga mendasarkan putusannya pada bukti-bukti yang diajukan pihak pemohon dan termohon. Dimana, terindikasi kuat kalau proses pidana terhadap Hamenda telah dipaksakan.
Seperti diketahui, jalur praper akhirnya ditempuh Hamenda, begitu bos Jumbo Manado, Ridwan Sugianto melaporkan dirinya atas dugaan tindak pidana ke Polresta Manado dengan nomor laporan 651/III/2018/SULUT/RESTA-MND tanggal 15 Maret 2018.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti penyidik, dan membuat Hamenda ikut menyandang status tersangka. Dengan tudingan bahwa Hamenda telah melanggar Pasal 372 dan 385 KUHPidana.
Keberatan atas penanganan hukum yang diduga improsedural. Tim kuasa hukum Hamenda yang dikomandani Montolalu lantas menguji penetapan tersangka tersebut ke PN Manado melalui sidang praper.
Dalam permohonan praper, tim Kuasa Hukum Hamenda telah menguraikan kalau kronologis persoalan berawal ketika kliennya hendak mengembangkan bisnis mall Manado Square di atas tanah seluas 36.560 m2 dan seluas 16.091 m2, yang terletak di Malalayang I, dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 3788 dan SHM Nomor 3789. Peristiwa itu terjadi 2003 lalu, dan Hamenda telah berhasil mengumpulkan 200 investor untuk menjalankan bisnis tersebut.
Sayangnya, bisnis belum berjalan lancar, tapi Hamenda telah terjerat hukum dalam kasus BNI. Akibatnya, bisnis mall Manado Square menjadi macet. Dan ratusan investor yang telah membayar uang muka dengan total Rp 50 miliar lebih, lantas meminta kembali uang mereka.
Dengan itikad baik, Hamenda lalu mengumpulkan para Investor di Jakarta, dan menjanjikan siap bertanggung jawab. Dalam pertemuan tersebut, Hamenda juga ikut menjaminkan dua SHM miliknya. Dengan ketentuan untuk dijual, dan uang hasil penjualan rencana akan diberikan kepada para investor, sisanya diserahkan kepada Hamenda.
Karena ada begitu banyak investor, sehingga ditunjuklah lima perwakilan investor yakni Arianto Mulja, Subagio Kasim, Ratna PN Badarudin, Siman Slamet, dan Denny Wibisono Saputro.
Saat itu, ikut dibuat pula kesepakatan di atas notaris terkait prosedur kuasa penjualan tanah. Namun, saat Hamenda mendekam dalam penjara atas kasus BNI. Seluruh asetnya termasuk dua SHM ikut disita penyidik. Dan ketika putusan inkrah, Majelis Hakim memutuskan agar dua SHM tersebut dikembalikan kepada pemiliknya.
Celah itu lantas dimanfaatkan kelima investor dengan membuat surat ke Kejaksaan Agung RI agar 2 SMH dikembalikan kepada investor. Menariknya, saat 2 SHM berhasil dikuasai kelima investor. Terjadilah proses transaksi, dimana tanah tersebut malah dibeli salah satu dari kelima investor atas nama Denny Wibisono Saputro, tanpa sepengetahuan Hamenda. Sedangkan berdasarkan akta notaris kuasa penjualan, tanah tersebut tidak boleh oleh salah satu dari kelima investor.
Hebatnya lagi, kemudian terjadi transaksi antara Wibisono dengan bos Jumbo. Kemudian terjadi peralihan balik nama. Begitu mengetahui hal tersebut, pihak Hamenda lantas menempuh gugatan di PTUN Manado, tapi kalah.
Hal itu tak membuat pihak Hamenda menyerah, mereka lalu mengajukan banding. Sehingga, putusan PTUN Manado belum langsung berkekuatan hukum tetap. (Dwi)
Komentar