oleh

Sulut Berantas Mafia PETI

-Sulut-64 Dilihat

Sulut – Polemik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Indonesia tak kunjung selesai. Pasalnya, banyak tangan kepentingan yang diduga menikmati. Mulai dari oknum aparat sampai politisi daerah.

Malah di Sulawesi Utara (Sulut) terungkap dengan telanjang ada persekongkolan antara mafia penambang dengan oknum aparat dan oknum pejabat.

Mafia PETI ini dibenarkan dalam FGD bertajuk “Mencari Solusi Penertiban Tambang Ilegal” di Ambhara Jakarta, Senin (19/8).

“PETI harus dipotong dari hulu dan hilir. Hulunya diawasi pedagang yang menjual sianida dan merkuri. Juga perusahaan pemilik alat berat juga diawasi. Disewakan kepada siapa saja,”tandas Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPPI) Ir Rizal Kasli IPM.

Rizal tampil sebagai panelis bersama Kementerian ESDM, Kementerian Kordinator Kemaritiman dan Mabes Polri.

Khusus PETI Sulut Rizal pun mengusulkan seperti itu. Dan Rizal setuju jika ada konsep PIR (plasma inti).

“Tapi tergantumg kesepakatan antara perusahaan dan tambang rakyat yang diberi izin pemerintah,” tandasnya.

Diskusi yang dihadiri wartawan, pengamat dan LSM ramai diangkat soal PETI yang makin merajalela gunakan alat berat.

Ketua LSM Suara Bogani Rafik Mokodongan menegaskan PETI di wilayah Sulut sulit  dikendalikan. Lantaran aktivitas PETI dibekingi banyak pengusaha bahkan aparat hukum.

“Di wilayah kami Bolmong, begitu banyak aktivitas PETI. Namun sepertinya tidak bisa ditindak. Kami minta aparat hukum harus bertindak tegas dalam hal ini,” kata Rafik Mokodongan seraya membeber 7 oknum pengusaha tambang dan aparat hukum yang dimaksud.

Rafiq malah mendesak ESDM Polri dan stakeholders untuk serius membasmi mafia tambang yang jadikan warga sebagai tameng.

”Tolong pak. Kalau daerah kami dibiarkan begini saya akan pimpin demo,”tandasnya.

Komisaris Polisi Eko Susanda, Penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Bareskrim Polri mengakui banyak pihak yang terlibat di balik tambang illegal, termasuk PETI. Menurutnya, perlu sinergi berkesinambungan semua lini untuk memberantas pertambangan illegal.

Ia mengatakan, polisi tidak bisa memberantas sendirian praktik tambang illegal, apalagi di PETI ada sumber pendatapan warga. Belum lagi keterbatasan SDM Polri, sementara ruang lingkup sangat luas. Namun, pihaknya telah banyak melakukan penyelidikan perkara tambang illegal. “Ini menjadi problem, tapi kita tetap berusaha,” kata Eko Susanda.

Kasi Perlindungan Lingkungan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Tiyas Nurcahyani mengatakan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) bersama penyidik Bareskrim selama terus bekerja sama dalam upaya memberantas praktik tambang ilegal. “Peran PPNS di sini ditekankan pada pengumpulan data,” kata Tiyas Nurcahyani.

Sementara Kepala Bidang Infrastruktur Mineral dan Batu Bara Kementerian Koordinator Kemaritiman Jhon Hasudungan Tambun mengatakan pihaknya melakukan supervisi program pada kementerian terkait untuk melakukan penertiban praktik tambang ilegal.

Namun di sisi lain Kementerian Koordinator Kemaritiman juga mendorong kementerian terkait untuk mengedepankan aspek pembinaan bagi para penambang agar melakukan praktik penambangan yang benar dan tidak merusak lingkungan.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli salah satu pembicara dalam diskusi tersebut menekankan pentingnya pemutusan mata rantai tambang illegal di berbagai daerah.

“Tambang ilegal atau pertambangan tanpa izin (peti) itu suatu mata rantai. Jika rantai pasokan terputus, maka Peti akan berkurang,” kata kata Rizal Kasli.

Rizal Kasli menjelaskan setiap kegiatan pertambangan ilegal pasti melibatkan mata rantai. Mata rantai di sini mulai dari pekerja atau penambangnya, pemodal, pemasok bahan baku, penampung atau pihak pembeli hingga keterlibatan oknum aparat.

Ia mengingatkan kegiatan peti sekarang sudah menggunakan alat-alat berat dan memakai zat merkuri dan sianida. Jika jalur pasokan bahan kimia dan alat berat itu dihentikan, Rizal yakin mata rantai praktik terlarang itu terhenti.

Menurut Rizal, kepastian penggunaan material yang legal juga dilakukan untuk sektor properti. Kontraktor bangunan kini sudah harus melampirkan bukti legalitas penggunaan material bangunannya.

Oleh karena itu, Rizal menilai perlu ada penegakan hukum yang tegas untuk memberantas tambang ilegal.

“Polisi melakukan penyelidikan, namun pemerintah perlu membina dengan melakukan pendekatan pada tokoh masyarakat atau tokoh adat,” katanya.

Namun Rizal mengingatkan pula bahwa tambang rakyat berbeda dengan peti. Tambang rakyat memiliki izin resmi atau yang disebut izin pertambangan rakyat (IPR). Izin wilayahnya tidak tumpang tindih, tidak boleh memakai alat berat dan maksimal kedalaman penggalian hanya 25 meter.

Sementara Peti atau tambang ilegal jelas tidak berizin dan berlawanan dengan praktik pertambangan yang baik (good mining practice). Kegiatan eksplorasi, konservasi, keselamatan kerja dan lingkungan juga tidak dijalankan di tambang ilegal, ujar Rizal Kasli.

Kesimpulan dari FGD yang dipandu moderator Ir Budi Santoso adalah semua stakeholders harus berperan. Dan tegas memberantas aksi PETI. Dia juga meminta stakeholders terus menerus mengawasi pemerintah daerah sebagai pembina.”PETI jangan dibiarkan apalagi dilegalkan. Jalan satu satunya penegakan hukum. Comtohnya harus ada polisi pertambangan,”kata Ketua Centre for Indonesian Respurces Strategic Studies saat akhiri diskusi. (Shita)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *