oleh

BPJS Ketenagakerjaan Dinilai Lebih Berhak Kelola Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ASN

Jakarta – Komisi IX DPR RI mengusulkan agar pemerintah segera menyusun peta jalan atau roadmap khusus yang mengatur pengelolaan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan pekerja non ASN.

Roadmap tersebut dinilai cukup mendesak untuk mengakhiri dualisme pengelolaan program jaminan sosial ketenagakerjaan ASN, PPPK dan pekerja non ASN yang saat ini masih terpecah antara Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjan dan PT Taspen (Persero).

Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf menegaskan bahwa sejak awal posisi DPR tetap mengacu kepada UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, sehingga Peraturan Pemerintah (PP) yang terbit belakangan seharusnya patuh terhadap isi undang-undang tersebut. “Kalau menurut saya ini karena pemerintah belum melebur badan-badan yang lain, sehingga semua masih berebut kepesertaan.

Tentu dalam konteks ini kita melihat UU yang berlaku, itu menyatakan BPJS Ketenagakerjaan yang berhak. Kalau PP itu kan di bawah UU. Kemungkinan besar nanti kita akan pertanyakan apa pasalnya dan bagaimana argumen pemerintah,” kata Dede Yusuf saat dikonfirmasi wartawan, di Jakarta, Minggu (10/2).

Senada dengan Dede, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur pemberi kerja Soeprayitno mengatakan, berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS tersebut, PT Taspen memang tidak termasuk dalam badan yang menyelenggarakan jaminan sosial. Sehingga yang berhak untuk menyelenggarakan jaminan sosial berupa jaminan kematian dan kecelakaan kerja bagi ASN dan non-ASN adalah BPJS Ketenagakerjaan.

“Harusnya aturan yang diterbitkan diselaraskan dengan UU yang ada yakni UU SJSN dan UU BPJS. Jika Taspen ingin menyelenggarakan Jaminan Kematian dan Kecelakaan Kerja, maka perlu mengamandemen UU BPJS,” ujar Soeprayitno.

Dia menyarankan, agar tidak terjadi polemik antara Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan, seyogyanya dua institusi ini bisa berdialog untuk menemukan solusi terhadap jaminan sosial bagi ASN dan non-ASN. Pasalnya, jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan sudah komprehensif ada jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun.

“UU BPJS harus jadi acuan dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Harus diselaraskan aturannya. Kalau tidak mau yah Undang-undangnya direvisi atau dikeluarkan Perpu,” tegasnya.

Dihubungi secara terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai seharusnya tidak ada lagi polemik terkait pengelolaan jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia, karena jika mengacu kepada UU SJSN, seharusnya pelaksanaan jaminan sosial PPPK dan honorer harus kelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Lebih jauh Timboel menilai ada dampak positif dari segi pembiayaan jika ASN gabung ke BPJS Ketenagakerjaan. “Kalau melihat sisi pembiayaan ASN gabung BPJS Ketenagakerjaan, maka akan membantu APBN, kalau PP 66/2017 di pasal 30 bilang iuran JKM naik 0,72 persen (dari gaji pokok) sebelumnya 0,3 persen naik ke 0,72 jadi iuran segitu, sementara JKK tetap. Poinnya kalau 0,72 dibanding 0,3 PPPK dan sebagainya dibayar bisa lebih mahal. Kalau dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan ada kelebihan 0,42. Saya sudah hitung PNS dengan kelebihan 0,42 persen nilainya sampai Rp 1,2 triliun. Jadi ada inefisiensi segitu. PPPK honorer dan sebagainya kalau diberlakukan juga akan jadi defisit lagi ini rugikan APBN,” paparnya.

Selain itu, lanjut Timboel, PT Taspen sendiri bukan lembaga nirlaba seperti prinsip SJSN yang selama ini dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dimana BPJS memastikan dengan iuran yang tidak memberatkan dan harus dikelola dengan optimal untuk kepentingan peserta, termasuk terus meningkatkan manfaat, bukan untuk mencari keuntungan.

Dari segi manfaat yang didapatkan oleh peserta, Timboel juga menilai pengelolaan jaminan sosial ketenagakerjaan ASN lebih tepat dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. “BPJS Ketenagakerjaan menjalankan prinsip gotong royong. Mereka mampu memberikan pelayanan lebih. Potensi peningkatan manfaat lebih banyak. Dibandingkan segmented. Lagi pula kenapa JKM dan JKK harus dipisah pisah,” kata Timboel.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto sendiri menjelaskan pentingnya seluruh pekerja mendapatkan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan. Salah satu contoh adalah jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan yang dialami salah seorang pekerja non ASN Dinas Pemadam Kebakaran Kota Tangerang Selatan yang bernama Donny Saputra Listi.

“Saudara Donny mengalami kecelakaan saat bekerja dimana mobil Damkar yang ditumpangi terbalik dan mengakibatkan yang bersangkutan mengalami pendarahan di otak dan harus dilakukan tindakan operasi bedah kepala. Beliau merupakan pekerja Non ASN yang dilindungi BPJS Ketenagakerjaan. Semua risiko yang terjadi saat yang bersangkutan bekerja sudah menjadi tanggung jawab kami, dan kami akan memberikan pelayanan yang optimal sampai pekerja sembuh, tanpa batasan biaya,” terang Agus saat ditemui di sela peninjauan pasien kecelakaan kerja di RS OMNI Alam Sutera, Tangerang, baru-baru ini.

Agus menjelaskan, yang dimaksud seluruh pekerja di sini adalah orang yang mendapatkan penghasilan, baik yang menerima upah ataupun bukan penerima upah, pekerja formal ataupun informal, non ASN, hingga buruh harian lepas, wajib berdasarkan undang-undang untuk memiliki perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan.

Tercatat, hingga akhir Desember 2018, jumlah pekerja di Indonesia yang telah memiliki perlindungan program BPJS Ketenagakerjaan mencapai 50 juta pekerja, dimana 1,5 juta pekerja di antaranya merupakan pegawai non ASN.

“Pemberian layanan dan kepastian manfaat yang didapatkan oleh peserta serta relasi yang baik dengan pemerintah daerah tentunya menjadi jawaban atas pencapaian jumlah pegawai non ASN yang cukup tinggi, meskipun masih banyak hal lain yang perlu diperhatikan agar implementasi perlindungan bagi seluruh pekerja non ASN dapat terwujud”, tukas Agus.

Agus menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan sendiri terus berupaya meningkatkan manfaat JKK dan beasiswa yang akan segera disahkan pemerintah dalam waktu dekat, sebagai bentuk komitmen mereka dalam memberikan perlindungan menyeluruh untuk seluruh pekerja di Indonesia.

“Harapan kami, seluruh pekerja dapat merasakan manfaat maksimal sebagai bentuk perwujudan hadirnya negara dalam menjamin masa depan yang sejahtera bagi seluruh masyarakat pekerja,” Agus menandaskan. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *