oleh

Ada Kejanggalan Kasus, Ibu Korban Minta Keadilan Kapolri

-Hukrim, Jakarta-397 Dilihat

Jakarta,-Dody Koto, S.H., kuasa hukum dari lima orang yang saat ini menjadi tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 333 KUHP, menyatakan adanya kejanggalan dalam prosedur penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH) dari Resmob Polda Metro Jaya.

Hal ini terkait dengan laporan penangkapan dan penahanan yang tercatat dalam Laporan Nomor: B/18261/VI/RES.1.24./2024/Ditreskrimum.

Pihak keluarga dari kelima tersangka melalui kuasa hukum mereka merasa keberatan dan melihat ada kejanggalan dalam prosedur yang dijalankan.

Sebelumnya, kliennya merupakan korban dari kasus yang terkait Pasal 372 KUHP, namun kini justru ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 333 KUHP.

Dalam konferensi pers yang diadakan pada Jumat (9/8/2024) di  Jakarta, Dody Koto menjelaskan situasi ini.

Dody Koto menjelaskan kelima kliennya adalah korban dalam kasus yang berkaitan dengan Pasal 372 KUHP. Mereka awalnya adalah mitra kerja dari suami pelapor, di mana objek sengketa adalah sebuah kendaraan roda empat (mobil minibus).

Setelah beberapa bulan bekerja sama, pihak pelapor, yang bernama Noval, diduga menghindar dari kesepakatan yang telah dibuat, sehingga menimbulkan kekhawatiran dari para pemilik mobil.

“Pada tanggal 12 Juli 2024, sekitar pukul 10 malam, salah satu pemilik mobil mencari keberadaan Noval untuk meminta klarifikasi terkait dugaan penggelapan unit mobil,” ujar Dody Koto saat konferensi pers, didampingi oleh keluarga para tersangka.

Lanjut Dody, pada tanggal 13 Juli 2024, sekitar pukul 11 pagi, keluarga korban dan Noval membuat perjanjian untuk melakukan mediasi di rumah Pak RT yang juga merupakan salah satu korban dari Noval.

Namun, pada tanggal 16 Juli, terjadi penangkapan, dan pada tanggal 17 Juli, surat penetapan tersangka dikeluarkan untuk kelima kliennya. Dody menganggap proses ini menyimpang dari konteks kejadian yang sebenarnya.

Dody menjelaskan bahwa unsur-unsur dalam Pasal 333 ayat (1) KUHP, seperti sengaja melawan hukum dan merampas kemerdekaan seseorang, tidak terpenuhi dalam kasus ini.

Kejadian pertemuan terjadi di tempat umum dan tidak ada unsur penyekapan, sehingga menurutnya, tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menjerat kliennya dengan Pasal 333 KUHP.

Dody juga mencurigai adanya kemungkinan persengkongkolan antara suami-istri pelapor untuk menutupi kesalahan mereka.

Sebab, dari 11 orang yang hadir dalam pertemuan tersebut, hanya 5 orang yang ditahan, sementara 6 lainnya dibebaskan.

Istri Noval, yang menjadi pelapor, diduga membuat laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Tujuan dari pertemuan tersebut adalah untuk meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban dari Noval di hadapan 11 orang yang hadir, yang semuanya adalah mitra kerja dan diduga korban dari Noval.

Dody juga menyayangkan sikap penyidik yang tidak memberikan hasil berita acara pemeriksaan (BAP) kepada kliennya, yang seharusnya menjadi hak mereka untuk mengetahui dasar penetapan sebagai tersangka.

Keluarga para tersangka berharap agar pihak kepolisian dapat mempelajari kembali kasus ini dengan lebih teliti. Salah satu ibu dari tersangka, dengan penuh haru, memohon perhatian dari Kapolri dan Presiden Jokowi.

“Anak kami adalah tulang punggung keluarga. Kami meminta keadilan, Pak Kapolri, tolonglah kami,” ungkapnya sambil menangis. (nav)