Sulut – Mengulik berbagai capaian, tantangan dan harapan serta kemajuan pariwisata, Biro Humas dan Protokol Setdaprov Sulut, menilai penting untuk membahas pariwisata bersama Jurnalis Independen Provinsi Sulawesi Utara (JIPS), melalui gathering yang digelar di lantai II lobby Kantor Gubernur Sulut, pada Rabu (6/11/2019).
Cukup unik, bincang-bincang kali ini turut dipantau Kepala Biro Protokol dan Humas Setadaprov Sulut, Dantje Lantang dengan dipandu Kabag Humas Setdaprov Sulut, Christian Iroth yang berlangsung santai namun serius.
Berbagai masukan dan ide strategis digulir. Sejumlah nara sumber yang kompeten turut hadir seperti staf khusus Gubernur Sulut Dino Gobel, Kepala Dinas Pariwisata Sulut, Daniel Mewengkang, Ketua Asita Sulut Merry Karaouwan, pelaku usaha Safari Tour Jeremy Barens, General Manager hotel Peninsula, I Putu Anom Dharmaya dan Hartini dari Tasik Ria.
Dino Gobel dalam pemaparannya menyebutkan keberhasilan Sulut di sektor pariwisata dengan kunjungan tertinggi dianalogikan sebagai the rising star yang disematkan langsung oleh Kementerian Pariwisata RI.
“Keberhasilan pariwisata Sulut, memberi dampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi yang dirasakan hingga di level Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Terutama dalam pengembangan dan menghidupkan produk suvenir hingga berbagai atraksi yang dilakukan masyarakat di sekitar destinasi,” ungkap Gobel.
Intinya Gobel mengungkapkan, geliat pariwisata telah dinikmati oleh semua strata pelaku ekonomi. Bukan hanya para pebisnis papan atas tetapi juga masyarakat kecil.
Di sisi lain, terkait kelemahan bahasa, Gobel berharap ke depan dapat disikapi, sehingga tidak menjadi kendala.
Bagi Gobel yang juga wartawan senior menyebut kepemimpinan OD-SK di berhasil menjadikan Sulut sebagai Pintu Gerbang Indonesia di bagian utara, untuk masuknya arus wisatawan. Hal ini juga turut membuka peluang investasi, bahkan pasar ekbis di Asia Pasifik hingga ke Eropa Timur.
“Bagi saya dengan background jurnalistik yang mengikuti langsung dan menyaksikan jatuh bangunnya OD-SK menuju keberhasilan pariwisata merupakan buah kerja keras,” tandasnya.
Senada disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Sulut, tingginya kunjungan wisatawan diikuti dengan berbagai pembenahan. Bukan hal mudah, sebab semuanya membutuhkan proses. Contohnya saja, Bali yang membutuhkan waktu hingga 40 tahun.
Meski demikian, pariwisata Sulut kian menunjukkan gaungnya. Hal itu terjawab melalui sejumlah event pariwisata berkelas internasional yang sukses dihelat, seperti Festival Bunaken, Festival Pesona Selat Lembeh, Tomohon International Flower Festival dan sesuai rencana Manado Fiesta yang akan masuk dalam 100 Wonderful of Event 2019.
“Pembenahan dan evaluasi terus kita lakukan agar pariwisata Sulut terus bergairah,” tandasnya.
Ketua Asita Sulut Merry Karaouwan menjelaskan di era industri 4.0, menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku pariwisata.
“Apakah pelaku pariwisata sudah siap dengan perkembangan di era industri 4.0. Sebab, menghadapi realita 4.0 adalah sebuah keniscayaan. Meski demikian bukan berarti offline terpuruk. Tinggal bagaimana kita mengemas ide agar pariwisata itu hidup,” tandasnya.
Salah satu pelaku industri pariwisata yang juga owner Safari Tour Jeremy Barnes mengungkapkan perhatiannya. Karena banyak destinasi wisata terbaik yang ada di Sulut, yakni Bukit Kasih Kanonang sudah tak terawat. Padahal destinasi tersebut masuk dalam paket wisata.
“Tentu saja keadaan ini sangat kami sesalkan sebab destinasi Bukit Kasih Kanonang merupakan aset yang harus dipertahankan,” ujarnya.
Pertanyaan Jeremy mendapat respon Mewengkang yang mengatakan bahwa perawatan dan pembenahan Bukit Kasih Kanonang telah dianggarkan pada 2020 mendatang.
“Dananya sudah ada, tinggal kita realisasikan tahun depan,” tukasnya.
Sejumlah wartawan JIPS, seperti Rolf Lumintang, Budi Rarumangkay, Karel Polakitan, Ronald Rompas, Friko Poli dan Hilda Margaretha memberikan masukan dan dorongan agar pariwisata Sulut terus berbenah, baik dari sisi atraksi, aksesbilitas hingga amenitas. Demi berputarnya multiplier effect.
“Sulut kaya budaya, Sulut kaya dengan tempat-tempat yang eksotis, namun sejatinya minim kreatifitas. Hal ini harus terus digali sehingga berdampak pada masyarakat kecil,” ujar Budi Rarumangkay.
Lantas apa yang perlu digali, seberapa jauh empati dan perhatian pemangku kepentingan. Karena sesungguhnya pariwisata membutuhkan kerja nyata yang berkelanjutan.
Akan hal ini, Kabag Humas dan Protokol Setdaprov Sulut Christian Iroth mengatakan melalui forum gathering, bukan hanya meningkatkan wawasan tetapi juga memberikan jawaban. Mengingat yang hadir adalah nara sumber kompeten. (*/JM)
Komentar