oleh

PT ANA Tegaskan Taat Hukum, Luruskan Informasi Soal HGU

Morut -Komitmen PT Agro Nusa Abadi (ANA), sebagai perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Kabupaten Morowali Utara (Morut), sangat tinggi dalam menaati hukum yang berlaku dalam menjalankan operasionalnya.

Tidak hanya itu, kordinasi dengan Pemerintah dan lembaga terkait juga tak pernah diabaikan oleh pihak Perusahaan.

Hal tersebut bertujuan, karena PT ANA berharap kehadiran mereka di bumi tepo asa aroa tercinta, bisa memberikan dampak positif yang signifikan, bagi masyarakat di Morut.

Pernyataan itu, ditegaskan, Community Development Officer (CDO) PT ANA, Robby Sakti Ugi, saat bersilaturahmi dengan sejumlah jurnalis, Cafe Bryan Beteleme Kecamatan Lembo, Kabupaten Morut, Rabu (15/11/2023) malam.

Robby, menyampaikan hal ini sekaligus sebagai ajakan untuk bahu membahu memajukan daerah ini.

Robby mengatakan, bumi Morut merupakan salah satu daerah yang sangat potensial di Sulteng. Kehadiran perkebunan kelapa sawit bisa menjadi faktor penggerak kemajuan wilayah dan peningkatan kesejahteraan di masyarakat.

“Jurnalis dan media massa, memainkan peran penting dalam menyebarkan optimisme dan semangat untuk berkembang,” katanya.

Dalam pertemuan yang berlangsung santai dan penuh keakraban itu, Robby, mencoba meluruskan informasi yang tampaknya banyak salah dipahami di masyarakat. Terutama, terkait dengan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PT ANA.

“Perlu diketahui PT ANA sejak awal konsisten dan terus mengurus sertifikat HGU, nya” ungkap Robby.

Ia menjelaskan, sertifikat tersebut belum dimiliki Perusahaan, bukan karena Perusahaan sengaja tidak mengurus HGU dan mengabaikan aturan hukum. Sama sekali tidak kata dia, hal tersebut dikarenakan ketentuan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan mengeluarkan sertifikat HGU, jika status lahan sudah clear and clean.

“Maksudnya, HGU baru bisa diberikan jika di atas lahan yang sedang diajukan HGU-nya, tidak ada pihak lain yang mengaku memiliki lahan tersebut, ” jelasnya.

Robby, kembali mengatakan, di dalam perjalanan setelah PT ANA beroperasi muncul pihak yang mengaku memiliki lahan. Proses clear and clean inilah yang tengah dilakukan saat ini.

PT ANA bekerja sama dengan Pemerintah, mulai tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten hingga Provinsi, untuk memastikan siapa anggota masyarakat yang benar-benar berhak atas lahan tersebut. Ini yang dilakukan melalui proses verifikasi.

“Verifikasi ini sangat penting, karena dalam satu lahan, bisa muncul 2 sampai 3 anggota masyarakat yang mengaku pemilik lahan yang sama,” ujar Robby.

Pada tahun 2010, hasil verifikasi menunjukkan, jumlah total lahan yang di-klaim mencapai 21 ribu hektar lebih. Angka ini tiga kali lipat melebihi luas lahan yang sedang PT ANA mohonkan HGU-nya yang seluas 7 Ha.

“Pihak Perusahaan juga sangat ingin memiliki sertifikat, supaya bisa fokus mengelola perkebunan, sehingga bisa berkontribusi bagi pembangunan di bumi Morut, serta kesejahteraan masyarakat,” tegas Robby.

Proses pengurusan HGU, termasuk penyelesaian klaim-klaim dari masyarakat masih terus dimusyawarahkan dan dicarikan solusi yang terbaik.

Robby juga meluruskan informasi keliru yang menyatakan bahwa PT ANA melanggar hukum, karena beroperasi belasan tahun tanpa HGU. Dasar tuduhan itu adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.138 tahun 2015, yang menyatakan Perusahaan harus memiliki HGU dan IUP baru bisa beroperasi.

“Semua peraturan tidak bisa berlaku surut,” kata Robby. Dari sisi sejarah, jelas bahwa PT ANA hadir dan beroperasi sejak tahun 2007. Artinya, PT ANA hadir jauh sebelum putusan MK itu keluar. Ketentuan dan peraturan yang berlaku pada waktu PT ANA hadir, menurut Robby, adalah UU Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, yang menyatakan Perusahaan dapat beroperasi dengan IUP atau HGU.

Meskipun demikian, PT ANA tunduk dan taat pada hukum. Sertifikat HGU harus dimiliki sebagai landasan hukum operasional perusahaan di atas lahan negara. Untuk itu, menurut Robby, sampai hari ini pun, PT ANA masih terus berusaha memperoleh sertifikat HGU tersebut.(*)