Morut- Sejak di lantik 30 April 2021 lalu, Bupati Morowali Utara (Morut) Dr dr Delis Julkarson Hehi, Mars bersama Wakil Bupati H. djira, K. SPd, M.Pd, bergerak cepat untuk mengatasi berbagai persoalan di pemerintahan dan masyarakat di antaranya mendengarkan keluhan warga atas polusi udara PT COR.
Sekalipun masa kepemimpinan pasangan yang familiar dengan tagline “DIA” itu masih seumur jagung, namun langkah-langkah konkrit untuk percepatan pembangunan bumi Mori telah cukup banyak dilakukan.
Tak heran jika di usia muda pemerintahan jebolan Pilkada serentak tahun 2020 tersebut menuai simpatik banyak kalangan.
Tidak hanya soal gebrakan cepat mengejar ketertinggalan Daerah, namun gaya menjabat DIA juga memantik perhatian masyarakat.
Selasa (29/6/21) lalu misalnya. Kesederhanaan di balik kepekaan pemimpin terhadap problem bermasyarakat, diperlihatkan Bupati Delis.
Kala itu, Bupati Delis sedang disibukan dengan agenda tabur bunga memperingati hari jadi Bhayangkara ke-72 di dermaga Pelabuhan Ibu Kota Kolonodale.
Disela kesibukan itu, hadirlah sejumlah perwakilan masyarakat Desa Lambolo, Kecamatan Petasia.
Tak ingin kelewatan momentum, masyarakat itu langsung merangsek agenda Bupati.
Upaya masyarakat pun tak sia-sia. Dengan keterbukaan dan kesederhanaan Bupati Delis langsung merespon kedatangan mereka tanpa gaya protokoler formal bak pejabat pecandu pencitraan.
Soal tempat dan waktu bukan menjadi halangan melayani rakyat. Selagi bisa, dimana pun dan kapanpun monggo.
Bupati Delis kemudian mengarahkan masyarakat ke salah satu ruangan di pelabuhan untuk berdialog. Eksistensi ruangan itu tampak vakum.
Ya, setidaknya pembenaran persepsi itu dikuatkan dengan debu yang entah sejak kapan menempel di kursi ruangan. Dengan sedikit kebasan, debu berterbangan. Bupati Delis dan masyarakat pun duduk.
“Mohon maaf ya, kita ngobrol di sini saja, yang penting kan dialog segera jalan dan kita menemukan jalan keluar atas masalah ini,” tutur Delis dengan santunnya membuka percakapan.
Keluhannya adalah, ketidaksesuaian besaran ganti rugi lahan warga yang terjamah pencemaran udara akibat aktivitas pertambangan milik PT Central Omega Resources (COR).
Pada dasarnya warga menolak angka ganti rugi yang ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Arsyad, juru bicara warga dari LSM Jaringan Tambang (Jatam) kepada medis ini menegaskan, KJPP harusnya terbuka soal mekanisme penetapan harga.
Akibat sikap itu, sebagian besar masyarakat pemilik lahan pun menduga adanya hal yang disembunyikan dari masalah ini.
Lebih lanjut, Arsyad menjelaskan, terdapat lebih dari 50 warga terdampak pencemaran lingkungan tambang PT COR. Dimana sebanyak 19 warga setuju atas besaran ganti-rugi lahan.
Warga akhirnya mendesak supaya perusahaan segera membayar karena tak tahan dengan pencemaran untuk kemudian meninggalkan desa.
Menanggapi itu, Bupati Delis berupaya bijak untuk terciptanya win win solution. Menurutnya, kebijakan perusahaan enggan membayar hanya beberapa lahan saja.
Mereka menginginkan tercapainya kesepakatan komprehensif supaya pembayaran dilakukan untuk keseluruhan lahan demi menghindari masalah dikemudian hari.
Delis menegaskan, kepentingan masyarakat dan perusahaan sama pentingnya. Masyarakat harus diselamatkan dari dampak pencemaran agar tetap sehat dan produktif.
Sedangkan perusahaan juga butuh ditopang supaya dapat beraktivitas dengan baik.
“Karena hal ini terkait dengan kepentingan ekonomi Daerah dan kesejahteraan masyarakat,” terang dia.
Delis berjanji akan mengkomunikasikan keluhan warga dengan pihak perusahaan dan KJPP.
Dia berharap nantinya akan terjadi kesepakatan yang sama-sama menguntungkan kedua bela pihak tanpa menimbulkan kerugian satu pihak saja.
Delis berpesan, jika nantinya biaya ganti rugi dapat dicairkan supaya warga dapat mencari kawasan yang cocok sehingga anggaran itu digunakan sebaik mungkin.(*/Johnny)