Morut-Menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) kerap dianggap sepele oleh sebagian orang, dan bukan berarti tidak bisa memiliki penghasilan sendiri. Demikian halnya para IRT yang berada di Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara (Morut).
Sejumlah IRT seperti di Desa Tompira mengolah kerang meti menjadi cemilan stik meti enak dan gurih. Demikian halnya IRT di Desa Molino yang mengolah sagu menjadi kue dengan varian rasa dan IRT di Desa Moroles menghasilkan sayur mayur yang sehat.
Ketua Kelompok Usaha Ekonomi Perempuan Ma’ Rasa Tompira, Ika Yusparianti menceritakan, dulunya daging kerang yang disebut meti hanya dikonsumsi pribadi dan saat ini, di olah menjadi cemilan.
“Hasil olahan itu berupa stik meti yang sudah dalam bentuk kemasan, demikian halnya olahan meti lainnya yang dibuat menjadi sambal meti utuh dicampur dengan tempe dan kacang,” ujarnya, Sabtu (24/02/2024).
Perjalanan aktivitas IRT ini kata Ika, tentu tak lepas dari peran Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro (ASPPUK) yang terus melakukan pendampingan mulai dari awal hingga saat ini.
“Mereka memberikan pembekalan mulai dari cara mengolah, mengemas sampai dengan pemasaran yang berbasis digital, ” katanya.
“Jadi, kami diajar bagaimana pendokumentasian produk UMKM agar tampil menarik, untuk pemasaran jajanan melalui media sosial,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulteng mitra ASPPUK, Adriani mengungkapkan, awal masuk di kelompok ini akhir 2021, namun sebelumnya di lakukan asesment, dan Desa tersebut cukup potensi SDA nya, yakni meti yang berasal dari Sungai Laa.
“Kala itu meti hanya sebagai konsumsi pribadi warga, sehingga kami terinspirasi mengajak para perempuan yang tinggal dibantaran sungai, untuk membuat olahan-olahan meti yang bisa dijadikan oleh-oleh atau pangan yang bisa dijual untuk meningkatkan penghasilan masyarakat,” terangnya.
Sehingga kata dia, terbentuk lah kelompok perempuan, meski awalnya banyak tantangan, sehingga membuat makin bersemangat, dan saat ini sudah beberapa kelompok terbentuk yang tersebar di Tompira, Molino dan Molores.
Lanjutnya, kelompok ini lah yang di berikan pembekalan atau keterampilan bagaimana cara mengolah produknya, salah satu nya meti yang tidak hanya dijual mentah, namun bisa dibuat sebagai olahan, sehingga menjadi ciri khas oleh-oleh dari Desa tersebut.
“Lewat pelatihan-pelatihan itu, banyak produk dimunculkan yakni stik meti yang berbahan meti, naget meti, bakso meti, abon meti dan lain-lain,” ujarnya.
Dalam pendampingan bukan hanya sebatas mengajarkan keterampilan saja, namun diberikan pula peningkatan kapasitas ilmu dalam hal mengajak mereka untuk memahami apa hak-hak perempuan, dan apa yang dimaksud gender, serta soal kasus KDRT.
“Sehingga mereka bisa memahami perempuan tidak hanya sebatas di rumah, dapur, dan kasur, tetapi bagaimana mereka harus paham bahwa ada hak yang harus mereka peroleh, sehingga ada pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga” katanya.
Ia berharap, kelompok ini nantinya bisa berdaya artinya kelompok ini bisa mandiri, karena ASPPUK tidak akan lama hanya sampai pada 2025 melakukan pendampingan.
Olehnya itu tambahnya, kami berharap di Desa ini tidak hanya pada kelompok ini saja, tetapi terbangun Balai Kegiatan Belajar Masyarakat (BKBM) sebagai ruang para perempuan dan pemuda untuk belajar. (*).