Ventje Jacob
SULUT – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan tidak ada ruang bagi para pelaku kerusuhan dan kekacauan dengan aksi kekerasan di wilayah hukum negara ini. Polri berada di garda terdepan dalam menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri.
“Polri bertanggung jawab dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dan berada di garda terdepan menghadapi berbagai aksi yang meresahkan dan mengancam stabilitas dalam negeri”. Demikian statemen Kepala Divisi Humas Polri.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa di tahun 2018 dari setiap 100 ribu penduduk, ada sekitar 110 orang di antaranya menjadi korban tindak pidana kejahatan. Sedangkan berdasarkan pendataan potensi desa (Podes) di tahun yang sama terjadi konflik massal di 3.100 desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Menanggapi hal itu, dalam menangani premanisme dan aksi kekerasan termasuk Demo dan Unjuk rasa, Polri melakukan tiga kategori langkah penanganan, yaitu:
1. Cara preventif
2. Cara represif.
3. Cara preemtif.
“Preventif dilakukan dengan cara melakukan tugas patroli dialogis maupun patroli rayon, cara preventif merupakan penindakan langsung terhadap praktek premanisme dan aksi kekerasan di tengah masyarakat, preemtif dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan hukum dan program yang bertujuan membangun harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Disisi lain pemerintah daerah baik Propinsi maupun Kanupaten/Kota mengadakan FGD (Focus Group Discussion) dengan melibatkan tokoh Masyarakat, tokoh Agama, tokoh Adat, tokoh Kepemudaan, Ormas/LSM, Mahasiswa dan Pelajar agar turut berperan dan berpartisipasi dalam menutup ruang Premanisme yang beraksi dijalanan atau ditempat-tempat lain.
Bahwa premanisme dan aksi kekerasan timbul karena adanya kevakuman, baik kevakuman hukum, kevakuman keadilan, maupun kevakuman pihak yang berwenang.
Soal adanya kevakuman, terjadi karena adanya keterbatasan ruang coverage polisi, baik dilihat dari jumlah personel maupun luas wilayah yang harus dijaga oleh personil kepolisian.
Cara mengatasi seperti diatas, adalah untuk memperkuat kepolisian di masyarakat sehingga tidak ada ruang kosong yang bisa dimanfaatkan para preman yang hanya meresahkan aktivitas masyarakat.
Untuk itulah Kepolisian membuka fasilitas hotline yang memungkinkan masyarakat bisa berkomunikasi tiap saat dengan polisi. Untuk itulah masyarakat dihimbau untuk memanfaatkan nomor hotline polisi jika sewaktu-waktu ada premanisme dan aksi kekerasan terjadi disekitar kita. (red)
Sumber : Ventje Jacob/Pemerhati Sosial Kemasyarakatan