oleh

Sidang Praperadilan AGT Memanas Antara Pemohon dan Termohon

Bitung, Redaksisulut – Gugatan praperadilan terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Bitung terkait penahanan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Bitung terhadap AGT Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) tersangka Kasus dugaan tindak pidana Korupsi dan penyalahgunaan wewenang menjadi pertanyaan bagi empat pengacara AGT dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Bitung. Rabu, (24/3/2021).

Salah satu pengacara AGT, Irwan S Tanjung SH MH saat menggelar konferensi pers, menjelaskan bahwa ada 42 halaman dalam gugatan terkait dengan jawaban termohon atas gugatan pemohon sudah mengangkangi Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintah.

Ia juga menjelaskan bahwa, jawaban jaksa ada 20 item kegiatan pengadaan barang dan jasa yang belum dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat.

“Kalau memang belum ada hasil pemeriksaan sesuai jawaban dari termohon, artinya mereka sudah mendahului inspektorat. Harusnya kalau belum ada hasil pemeriksaan dari inspektorat, harus menunggu hasilnya terlebih dahulu, karena perintah Undang-undang nomor 30 tahun 2014 itu membedakan antara pertanggung jawaban pribadi dan administrasi”. Katanya.

Lanjut ia tekankan bahwa, harusnya mengedepankan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam hal ini inspektorat, dimana ketika melihat kerugian negara diberikan tuntutan ganti rugi (TGR). Setelah itu, TGR harus di kembalikan dalam waktu 60 hari, jika tidak muncul, temuan oleh Inspektorat yang diteruskan kepada Aparat Penegak Hukum (APH).

“Hal ini sama sekali tidak terjadi, Inspektorat tidak bekerja, tidak ada rekomendasi apa-apa, malah Kejaksaan sudah masuk melakukan penelusuran. Ini tidak jelas, apa yang diburu, sehingga dalam gugatan praperadilan diibaratkan orang yang makan buah nangka, klien kami yang kena getahnya”. Tegas Irwan.

Ia juga mengatakan bahwa permohonan sidang praperadilan sudah dilakukan pada tanggal 9 Maret 2021 kemudian sidang perdana berlangsung pada tanggal 24 Maret. Ini memakan waktu dua Minggu dan diawal sidang, yang dilarang pasal 127 RV apabila kami merubah pokok gugatan, tetapi kami tidak merubah, malah kami menambahkan apa yang belum ditambahkan dalam tuntutan kami yang ada dalam dalil Posita kami, kecuali tidak ada Posita dan tiba-tiba di petitum ada. Itu salah.

“Dalam pasal 127 RV, pemohon dibenarkan untuk melakukan perubahan atau penambahan selama tidak merubah pokok gugatan atau substansi dan belum di jawab termohon”. Katanya.

Ia juga menambahkan, diawal persidangan pihaknya sudah menyampaikan bahwa akan menambahkan dan tidak mengubah gugatan, namun hakim bilang tidak boleh.

“Ini sebenarnya tidak boleh dilakukan atau diucapkan dihadapan termohon, melainkan bisa disampaikan dalam keputusan. Kami juga sempat menyodorkan alat rekaman lalu bertanya terkait itu namun hakim tidak bicara. Kalau hakim berdasarkan keyakinan kami tidak ulangi masalah itu”. Katanya seraya menambahkan bahwa, tindakan hakim sudah melampaui kewenangannya, menduga apakah hakim memang tidak mampuni dalam hal ini, karena praperadilan Tipikor tidak semua orang bisa pahami.

Ditempat terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Bitung, Frenkie Son saat ditemui dan dimintai tanggapan sidang praperadilan serta tudingan dari tim kuasa hukum AGT yang mengatakan bahwa tidak memiliki dua alat bukti yang cukup.

“Untuk agenda pertama sidang, membacakan gugatan dan jawaban dari pihak termohon yakni kami Kejaksaan Bitung. Kami sudah tetap pada prinsip, dimana apa yang sudah kita laksanakan. Mulai dari penyelidikan, penyidikan umum sampai pada penyidikan khusus berupa penetapan tersangka”. Katanya.

Ia juga mengatakan bahwa, dalam menangani hal seperti ini, kami tidak gegabah, karena kami harus menggunakan hati nurani dalam melakukan tugas dan tanggungjawab.

“Kami sudah ada saksi lebih dari satu dan untuk keterangan tersangka, dia sendiri mengatakan bahwa betul dia yang melaksanakan pembelian semua barang-barang itu. Kita juga punya dokumen-dokumen surat yang menceritakan bahwa ini diadakan
oleh CV ini dan direktur yang kami periksa mengaku dan menyampaikan bahwa tidak pernah membeli barang-barang itu. Melainkan AGT sendiri”. Katanya.

Ditanya soal APIP yang juga dipertanyakan tim Kuasa Hukum AGT. Kajari mengatakan APIP itu ada dalam peraturan pemerintah, sedangkan Undang-undang korupsi ada di atas itu.

“Hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang di atas. Acuan kami adalah Undang-undang bukan peraturan pemerintah. Kami mempersanggkakan dia dengan pasal Huruf 12 huruf i, dimana ketika tersangka membeli sendiri berarti ada sesuatu yang ingin dia dapati. Ngapain seorang Kepala Dinas harus capek-capek membeli barang sendiri, padahal ada anak buahnya. Jadi kegiatan membeli sendiri inilah kita indikasikan ada yang tersangka peroleh dan kami juga sudah mendapatkan pengembalian uang-uang itu dari berbagai saksi”. Jelas Kajari. (Wesly)