Manado – Penggunaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) kini menjadi salah satu isu lingkungan yang diperhatikan secara serius oleh berbagai pihak. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata soal penggunaan merkuri yang berdampak bagi kesehatan dan lingkungan. Undang-undang yang mengatur pelarangan penggunaan merkuri ditetapkan.
Hal tersebut juga menjadi perhatian serius Program Emas Rakyat Sejahtera (PERS) yang dilaksanakan Artisanal Gold Council (AGC) bekerjasama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sulawesi Utara (Sulut) di Tatelu, Minahasa Utara dan Tobongon, Bolaang Mongondow Timur.
Sebagai implementasi upaya tersebut, AGC dan AMAN memfasilitasi diskusi tentang Merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK). Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 23 Januari 2019 di hotel Quality Manado. Diskusi seperti ini sudah dilangsungkan beberapa kali dan difasilitasi AGC dan AMAN.
Kegiatan yang dimulai sejak pagi, dihadiri berbagai kalangan. Aktivis, mahasiswa, jurnalis, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan dinas terkait. Rikson Karundeng sebagai moderator, mendampingi Jull Takaliuang selaku narasumber.
Rikson dalam kesempatan bicaranya mengatakan bahwa AGC & AMAN terus berkomitmen menseriusi masalah penggunaan merkuri di wilayah PESK.
“Forum ini dibuat oleh orang-orang yang berkomitmen dan peduli soal Pertambangan Emas Skala Kecil di Sulawesi Utara”, ucap Karundeng.
Ia menambahkan bahwa forum ini rutin dilaksanakan dan dihadiri oleh orang-orang yang berkompeten.
“Forum ini juga menjadi ruang bagi para aktivis, akademisi, mahasiswa dan dinas pemerintah terkait untuk berkumpul dan bicara soal PESK”, tegas Rikson.
“Karena AGC & AMAN juga menaruh perhatian terhadap PESK, maka mereka turut mendukung dan memfasilitasi forum ini”, tandasnya.
Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani, memberi materi terkait dampak yang timbul akibat penggunaan merkuri. Ia menceritakan tentang pencemaran merkuri di Buyat. “Dari sini kita bisa melihat efek merkuri bagi manusia”, tutur Takaliuang.
Ia turut menegaskan soal perhatian terhadap isu lingkungan di wilayah PESK. “Baik pertambangan skala besar maupun skala kecil, kajian mengenai lingkungan harus tuntas dan independen”, tegasnya.
Menurutnya, selain soal kesehatan dan lingkungan, perlu diperhatikan juga keselamatan para penambang di PESK. “Kita juga harus memperhatikan keselamatan dari penambang yang sering mempertaruhkan nyawa karena masuk lubang tambang yang dalam”, ungkapnya.
Kesehatan dan keselamatan kerja para penambang DDI wilayah PESK juga menjadi pokok pembicaraan yang diangkat Takaliuang.
Rikson turut menambakan soal keselamatan dan Kesehatan di wilayah PESK. “AGC & AMAN sudah mengantongi data tentang PESK terutama di Tobongon dan Tatelu. Terkait kesehatan dan keselamatan, hal penting yang juga harus dilakukan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat soal kesehatan dan keselamatan di wilayah PESK”, sambung Rikson.
“AGC dan AMAN menampung ide-ide dan saran yang didapat dari forum ini. Serta bersama-sama akan langsung mengimplementasikan beberapa ide dan saran terkait perhatian terhadap PESK”, tutup Rikson.
Tidak hanya soal merkuri dan PESK yang dibahas. Hal-hal seperti perempuan dan anak di wilayah PESK juga dibahas. Ini kemudian direspon dan diapresiasi oleh peserta. Salah satu peserta forum, Mun Djenaan, turut memberikan apresiasi terhadap acara yang difasilitasi AGC dan AMAN ini.
“Kami sendiri sangat mengapresiasi, karena Swaraprangpuang sudah mulai ada teman yang bicara soal perempuan dan lingkungan. Apalagi ini soal merkuri. Tadi kita banyak diskusikan soal lingkungan, perempuan dan anak”, ujar Mun selaku Direktur Swara Parangpuan Sulut.
Forum diskusi ini menjadi agenda rutin. Dilaksanakan dua minggu sekali untuk membahas hal-hal terkait PESK. AGC dan AMAN berkomitmen untuk memfasilitasi terselenggaranya kegiatan. Hal ini demi memberikan kontribusi dan perhatian secara mendalam bagi PESK di Sulut. (Dwi)
Komentar